Bersama ini kami kelaskaryawan.com menyampaikan informasi tentang Jadwal Penerimaan Mahasiswa Baru S2 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta TA 2024/2025, Sebagai berikut :
Sejarah UIN Jakarta
Sejarah pembentukan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berawal dari didirikannya Sekolah Tinggi Islam (STI) pada tahun 1940, yang kemudian berubah menjadi Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) tahun 1957-1960, kemudian menjadi bagian dari fakultas IAIN al-Jami’ah al-Islamiyah al-Hukumiyah tahun 1960-1963, hingga memperoleh kewenangan yang lebih luas sebagai IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 1963-2002, dan mengalami perubahan nama menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2002-sekarang. Dibentuknya ADIA (1 Juni 1957), diperingati sebagai hari jadi universitas ini.
Periode perintisan
Pendirian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ditetapkan melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2002. Lembaga pendidikan ini hadir seiring dengan meningkatnya kebutuhan pendidikan tinggi Islam modern. Hal ini telah mulai berkembang, termasuk pada masa-masa sebelum kemerdekaan Indonesia. Dr. Satiman Wirjosandjojo yang merupakan seorang Muslim terpelajar, sempat melakukan sejumlah usaha terkait pembentukan Pesantren Luhur sebagai lembaga pendidikan tinggi berasaskan Islam. Hal ini kemudian tidak terlaksana karena berbagai hambatan yang dilakukan oleh Belanda saat masa penjajahan.
Pada tahun 1940 di Padang, Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) mendirikan Sekolah Tinggi Islam (STI). Namun demikian, STI kemudian berhenti beroperasi pada tahun 1942, seiring pendudukan oleh Jepang. Jepang kemudian menjanjikan agar suatu lembaga pendidikan tinggi agama dapat dibentuk di Jakarta. Hal ini menjadi landasan pendirian yayasan, dimana Mohammad Hatta bertindak sebagai ketua yayasan, dengan didampingi oleh Mohammad Natsir yang menjadi sekretaris.
Yayasan tersebut lalu mendirikan Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta pada tanggal 8 Juli 1945. Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir menjadi pemimpin STI. Pendirian STI juga didukung oleh beberapa tokoh, termasuk Mohammad Hatta, Abdul Wahid Hasjim, Mas Mansur, Fathurrahman Kafrawi, dan Farid Ma’ruf. Setahun berselang, STI dipindahkan ke Yogyakarta, pada saat ibu kota Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. STI kemudian mengalami perkembangan positif, yang diikuti dengan perubahan nama STI menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) pada 22 Maret 1948. Hingga tahun 1948, UII memiliki empat buah fakultas, yakni Fakultas Agama, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, dan Fakultas Pendidikan.
Fakultas Agama UII kemudian dipisahkan dari UII, dan dibentuk Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). Pada saat itu, Departemen Agama memerlukan sejumlah tenaga fungsional sehingga perguruan tinggi agama Islam dipandang perlu untuk dibentuk. Pendirian PTAIN merujuk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1950. PTAIN dimaksudkan sebagai lembaga pengajaran Islam tingkat tinggi, sekaligus menjadi pusat ilmu agama Islam. Peraturan Pemerintah tersebut juga menetapkan 26 September 1950 sebagai hari jadi PTAIN. Pada 1951, terdapat 67 orang mahasiswa dalam tiga jurusan, yakni Jurusan Tarbiyah, Jurusan Qadla (Syariah), dan Jurusan Dakwah. PTAIN dipimpin oleh K.H.R. Muhammad Adnan.
Beberapa mata kuliah yang diajarkan pada periode tersebut meliputi beberapa hal, termasuk Bahasa Arab, Pengantar Ilmu Agama, Fiqih, Ushul Fiqih, Tafsir, Hadits, Ilmu Kalam, Filsafat, Mantiq, Akhlaq, Tasawuf, Perbandingan Agama, Dakwah, Tarikh Islam, Sejarah Kebudayaan Islam, Ilmu Pendidikan dan Kebudayaan, Ilmu Jiwa, Pengantar Hukum, Asas-asas Hukum Publik dan Privat, Etnologi, Sosiologi, dan Ekonomi. Setelah kelulusan, mahasiswa mendapatkan gelar Bachelor of Art (B.A.) bagi mereka yang lulus Bakaloreat dan Doktorandus (Drs.) untuk mahasiswa yang lulus tingkat Doktoral. Komposisi tersebut menjadi kajian utama perguruan tinggi Islam yang terus berlanjut sampai masa-masa berikutnya. Gelar akademik yang ditawarkan juga tetap digunakan sampai periode 1980-an.
Periode ADIA (1957–1960)
Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) didirikan di Jakarta pada tanggal 1 Juni 1957 oleh Departemen Agama Republik Indonesia. Hal ini seiring dengan kebutuhan akan tenaga fungsional yang menajar ilmu agama Islam. Dengan dibentuknya ADIA, para pegawai negeri dapat memperoleh pendidikan akademi dan semi-akademi yang mampu mengajarkan ilmu agama Islam di berbagai tingkat dan lembaga pendidikan. Pendidikan berlangsung dalam dua tingkat, yakni semi-akademi selama tiga tahun, yang diikuti dengan tingkat akademi selama dua tahun, sehingga total masa studi berlangsung untuk lima tahun.
Terdapat tiga buah jurusan dalam ADIA, yakni Pendidikan Agama, Bahasa Arab, dan Da’wah wal Irsyad yang dikenal sebagai jurusan khusus Imam Tentara. Kurikulum yang dipergunakan tidak memiliki perbedaan signifikan bila dibandingkan dengan kurikulum yang digunakan pada PTAIN lainnya, dengan penambahan materi terkait para tenaga fungsional. ADIA dipimpin oleh Prof. Dr. H. Mahmoed Joenoes yang menjabat sebagai dekan, dengan didampingi oleh Wakil Dekan Prof. Dr. H. Bustami Abdul Gani.
Mahasiswa yang dapat masuk dan berkuliah di ADIA hanyalah mereka yang sedang ditugaskan untuk belajar. Para calon mahasiswa merupakan pegawai atau guru agama yang berada dalam lingkungan Departemen Agama. Beberapa mahasiswa lain merupakan perwakilan berbagai daerah di Indonesia. Pada saat itu, ADIA ditunjang pengelolaan dan penyediaan anggarannya oleh Jawatan Pendidikan Agama (Japenda) sebagai bagian dari Departemen Agama Republik Indonesia. Japenda bertugas dalam hal pengelolaan madrasah dan persiapan para tenaga pendidik Islam untuk sekolah umum.
Periode fakultas IAIN al-Jami’ah Yogyakarta (1960–1963)
Dalam tempo sepuluh tahun, beberapa perkembangan ditunjukkan oleh PTAIN, antara lain dengan peningkatan jumlah mahasiswa dan perluasan materi pembelajaran. Beberapa mahasiswa juga berasal dari sejumlah negara di Asia Tenggara, antara lain Malaysia, Singapura, dan Brunei. Dengan berkembangnya lembaga pendidikan ini, ADIA dan PTAIN dilebur menjadi suatu lembaga pendidikan tinggi agama Islam negeri, yang dikuatkan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1960, yang ditandatangani pada 24 Agustus 1960. Pada saat yang sama, lembaga ini mengalami perubahan nama menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) al-Jami’ah al-Islamiyah al-Hukumiyah. Peresmian IAIN dilakukan di Gedung Kepatihan Yogyakarta oleh K.H. M. Wahib Wahab selaku Menteri Agama. Prof. Mr. Sunario Sastrowardoyo menjadi rektor pertama IAIN.
Kedua lembaga tersebut kembali dipisahkan setelah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1963 ditetapkan. Hal ini disusul dengan penetapan dua IAIN di Indonesia, yakni IAIN Sunan Kalijaga di Yogyakarta dan IAIN Syarif Hidayatulah di Jakarta, berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 49 Tahun 1963, tertanggal 25 Februari 1963.
Asal mula nama “Syarif Hidayatullah”
Nama Syarif Hidayatullah diambil dari nama asli Sunan Gunung Jati, salah satu Walisongo, sembilan penyiar Islam di Pulau Jawa. Syarif Hidayatullah (1448–1568) merupakan putra Nyai Rara Santang, putri Prabu Siliwangi dari Pajajaran, yang menikah dengan Syarif Abdullah, penguasa di salah satu wilayah Mesir. Syarif Hidayatullah memiliki banyak gelar, termasuk gelar Sunan Gunung Jati setelah ia meninggal dunia dan dimakamkan di Cirebon. Syarif Hidayatullah dikenal sebagai salah satu Walisongo yang memiliki peran ganda, yakni sebagai penguasa, setelah berhasil menguasai Sunda Kelapa atas pasukan Portugis, sekaligus sebagai seorang ulama yang menyiarkan ajaran agama.
Dalam melakukan dakwah, ia menggunakan pendekatan tukar pikiran secara personal dengan toleransi, ataupun juga dengan cara debat apabila orang tersebut cenderung secara jelas-jelasan menentang konsep Islam. Pendekatan ini diklaim efektif dalam menarik simpati masyarakat, di samping juga dengan sikap sosialnya yang tinggi dengan banyak memberikan bantuan kepada masyarakat miskin.
Syarif Hidayatullah tidak bersikap frontal terhadap agama, kepercayaan, dan adat istiadat penduduk setempat. Sebaliknya, ia memperlihatkan keindahan dan kesederhanaan Islam. Yang dilakukannya adalah menunjukkan kelebihan Islam dan persamaan derajat di antara sesama manusia. Dalam rangka membina keberagaman masyarakat dari berbagai etnis, ia menjalin ikatan perkawinan dengan adik Bupati Banten, putri Kaunganten (1475), Ibu Maulana Hasanuddin; seorang putri Cina, Ong Tien, pada tahun 1481 (tidak memperoleh keturunan); putri Arab bernama Syarifah Bagdad, ibu dari Pangeran Jaya Kelana dan Pengeran Brata Kelana, dan Nyi Tepasari dari Majapahit, ibu dari Ratu Winahon dan Pangeran Pasarean.
Syarif Hidayatullah memiliki peranan yang besar dalam pengukuhan Islam di Sunda Kelapa, yang di kemudian hari ia memberikan nama Jayakarta dan diubah nama kota tersebut menjadi Batavia oleh Kompeni Belanda. Penamaan IAIN Jakarta dengan Syarif Hidayatullah antara lain bertujuan menghargai jasa sekaligus menjadikannya sebagai sumber inspirasi bagi pengembangannya di masa yang akan datang.
Perubahan IAIN
Sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi Islam tertua di Indonesia, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dipandang sebagai “Jendela Islam di Indonesia”, sekaligus sebagai simbol kemajuan dalam pembangunan sosial, secara khusus dalam hal sosial-keagamaan. Hal tersebut mendorong IAIN untuk kemudian berkembang dan berubah menjadi UIN Syarif Hidayatullah. Pada saat Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, menjabat sebagai pimpinan lembaga, IAIN mengalami penambahan program studi, dengan penambahan jurusan Psikologi dan Pendidikan Matematika pada Fakultas Tarbiyah. Fakultas Syariah juga mengalami penambahan jurusan dengan dimulainya Jurusan Ekonomi dan Perbankan Islam sejak tahun akademik 1998–1999. IAIN juga membuka program studi Agrobisnis dan Teknik Informatika, sebagai hasil kerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Program studi Manajemen dan Akutansi kemudian juga mulai dibuka pada tahun 2002. Pada tahun 2001, IAIN mengalami penambahan fakultas, yakni Fakultas Psikologi dan Dirasat Islamiyah yang memiliki kerja sama dengan Universitas Al-Azhar, Mesir.
Pada tanggal 21 November 2001, Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama mengeluarkan rekomendasi pemerintah dalam bentuk Surat Keputusan Bersama (SKB) agar IAIN dapat berubah menjadi UIN. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas kemudian merekomendasikan pembukaan 12 program studi, baik eksakta maupun sosial, yakni (secara alfabetis):
- Akuntansi
- Bahasa dan Sastra Inggris
- Biologi
- Fisika
- Ilmu Perpustakaan
- Kimia
- Manajemen
- Matematika
- Psikologi
- Sistem Informasi
- Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
- Teknik Informatika
Rancangan Keputusan Presiden terkait perubahan bentuk dari IAIN menjadi UIN juga mendapatkan rekomendasi dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Dirjen Anggaran pada Departemen Keuangan, masing-masing pada Januari dan Februari 2002. Pada tanggal 20 Mei 2002, Presiden menandatangani Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2002, tentang Perubahan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Periode UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Peresmian terkait perubahan bentuk dari IAIN menjadi UIN berlangsung pada 8 Juni 2002, bersamaan dengan pelaksanaan Dies Natalis ke-45 dan Lustrum ke-9, serta pemancangan tiang pertama untuk Kampus UIN Jakarta yang didukung dalam hal pendanaan oleh Islamic Development Bank (IDB). UIN Jakarta juga membuka satu fakultas baru, yakni Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dengan program studi Kesehatan Masyarakat. Hal ini disetujui oleh Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama, masing-masing pada April dan Mei 2004. UIN Jakarta merayakan Golden Anniversary pada 1 Juni 2007, seiring 50 tahun pendirian lembaga pendidikan ini.
Pendaftaran Mahasiswa Baru S2 UIN Jakarta TA 2024/2025
Magister/Doktor
- Pendaftaran : 1 September – 30 Desember 2023
- Tes Masuk Online
- ETIC & TOAFL : 9 dan 10 Januari 2024
- TPA : 11 Januari 2024
- Wawancara : 12 Januari 2024
- Pengumuman Hasil Tes : 17 Januari 2024
- Pendaftaran Ulang : 17 – 24 Januari 2024
- Nomor Induk Mahasiswa : Mulai 25 Januari 2024
- Matrikulasi : 01 – 24 Februari 2024
- Awal Perkuliahan : 04 Maret 2024
Be the first to comment